...shalat tak berlanjur tersebut. Ada selarik
kekhawatiran dari raut mukanya dan para jamaah terhadap kondisi sang imam.
Mereka beramai-ramai mengangkat
tubuh sang imam ke ruang serambi dan salah satunya memeriksa degup jantungnya.
Jamaah yang lain mengelilinginya sembari menunggu dengan cemas,” Apakah sang
imam hanya sekedar pingsaan ataukah memang sudah dipanggil oleh Allah.?”
Muka-muka sedih terpancarseketika
saat diberitahukan bahwa nafas sang imam telah berhenti. Meski demikia, tak
seorang pun mau memasrikan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu, mereka
memanggil dokter di kampung itu untuk mengetahui kondisi Bapak Yahya yang
sebenarnya.
Tak kalah sifap, Nur Rifai, anak
keenam dari Bapak Yahya, yang juga ikut shalat berjamaah segera meninggalkan
masjid, beranjak menuju rumah untuk memberitahukan kepada keluarga mengenai
peristiwa yang baru saja terjadi di masjid. Dengan diselimuti kepanikan, sang
istri dan sang anak bungsu, Nur Asiyah, berlari menuju masjid. Dilihatnya ,
sang suami diam dalam balutan busana muslim, tak bergerak sama sekali
Di tengah kerumunan orang.
Kesedihan dan isak tangis tak terbendung, namun perempuan itu mencoba untuk
tetap tabah dan tegar.
“sebagiknya kita tunggu dulu kepasriannya
dari dokter mengenai kondisi bapak. Kalau masih bisa ditolong, kita bisa segera
membawanya ke rumah sakit.” Salah seorang jamaah menenangkan kecemasan
keluarga.
Beberapa menit kemudian, sang
dokter yang dirunggu datan. Setelah diperiksa, memang keadaan Bapak Yahya
meninggal dunia. Spontan gemuruh kalimat “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”
menggema di masjid itu. Seorang panutan masyarakat yang di masa sehatnya selalu
membimbing jamaahnya ke jalan kebaikan rupanya telah dipangil oleh Dzat Yang
Maha Kuasa.
Bapak Yahya meninggal dunia saat
mengimami sahalat maghrib berjamaah di masjid bertepatan dengan hari kamis
malam jumat yang dinilai hari yang sangat baik bagi umat islam. Jenazahnya
disemayamkan di tempat pemakaman setelah shalat jumat dengan diiringi ratusan
jamaah. Tetesan air mata memang meleleh di pipi sang isttri karena ditinggal
oleh orang yang sangat dicintainya, namun ia juga merasa bahagia melihat sang
suami meninggal dalam kondisi demikian. Pak Yahya meninggal dunia dalam usia 70
tahun, meninggalkan seorang istri, 8 anak, 16 cucu, dan 4 cicit.
Bagi orang kampung Paburan, Bapak
Yahya merupkan orang yang memberikan banyak manfaat kepada masyarakat.
Perjuangannya membimbing masyarakat dalam meniti jalan yang diridhai oleh
Allah. Patut dijadikan panutan. Setidaknya tiga hari dalam seminggu ia
memberikan pengajaran tentang Al-Quran dan kitab-kitab kepada masyarakat. Ada
kita-kiita tertentu dimana ia memberikan pengajian kepada bapak-bapak dan
anak-anak muda.
Langkah yang dilakukan Bapak Yahya
ini disambut baik oleh masyarakat. Banyak orang tua yang senang karena
kehadirannya turut memberikan andil dalam membentengi mental remaja. Prinsip
“fastabiqul khairat”(berlomba-lomba dalam kebaikan) dalam hal apa pun dan
“ta’awanu alal birr”(saling menolong dalam kebaikan) sepertinya telah terpatri
dalam diri Pak Yahya. Bahkan berdirinya masjid dimana ia biasa mengimami shalat
pun tak lepas dari prakarsa dirinya.
Tidak cukup itu saja, ia juga
dikenal sebagai amil, orang yang membantu KUA dalam urusan pernikahan,
perceraian dan sebagainya. Setiap kali ada hajatan pernikahan di daerahnya,
dialah yang dipercaya oleh instansi terkait untuk menikahkan. Dan aktivitas ini
pula sudah dilakukan kurang lebih selama 25 tahun sampai meninggalnya. Untuk
urusan orang yang meninggal pun, lelaki ini mendapat kepercayaan penuh oleh
desa. Tak ada motivasi lain dalam dirinya kecuali ikhlas demi mengagungkan
agama Allah.
Dimata keluarga, ia tergolong orang
yang sangat sederhana. Usia 15 tahun, sudah merantau ke Jakarta dengan
menyandarkan hidupnya dari menarik becak dan kerja di bangunan. Lahir dan kerap
bergaul dengan komunitas lemah, membuatnya semakin peduli kepada sesama
manusia. Dan yang lebih membanggakan lagi di tengah himpitan ekonomi, ia sudah
membiasakan diri untuk mendekatkan diri kepada Allah, selalu hadir di masjid
untuk melakukan shalat lima waktu dan mengaji.
Rupanya kebiasaan ini terus
berlanjut hingga ia mengenal perempuan bernama Romlah yang kemudian dinikahinya
pada tahun 1961. Bersama sang istrim, kebiasaan-kebiasaan baik sang suami terus
terbawa hingga maut menjemputnya. Menurut sang istri, setiap malam kebiasaan
tahajjud tak terlewatkan, demikian pula mendaras al-Qurannya. Bahkan Ramadhan
kemarin bapak malah khatam al-Quran sampai 5 kali yang biasanya dibacanya
sehabis shalat.
Mudah-mudahan kita bisa meneladani
amalan-amalan baiknya. Apa yang dilakukan Pak Yahya mungkin bagian dari
implementasi firman Allah. “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari
yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS.Ali Imran:104)
Dikutip dari majalah Hidayah edisi 79
EmoticonEmoticon