Kisah Nyata "Meninggal Saat Mengimami Shalat Maghrib" #2

...shalat tak berlanjur tersebut. Ada selarik kekhawatiran dari raut mukanya dan para jamaah terhadap kondisi sang imam.

  Mereka beramai-ramai mengangkat tubuh sang imam ke ruang serambi dan salah satunya memeriksa degup jantungnya. Jamaah yang lain mengelilinginya sembari menunggu dengan cemas,” Apakah sang imam hanya sekedar pingsaan ataukah memang sudah dipanggil oleh Allah.?”

  Muka-muka sedih terpancarseketika saat diberitahukan bahwa nafas sang imam telah berhenti. Meski demikia, tak seorang pun mau memasrikan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu, mereka memanggil dokter di kampung itu untuk mengetahui kondisi Bapak Yahya yang sebenarnya.

  Tak kalah sifap, Nur Rifai, anak keenam dari Bapak Yahya, yang juga ikut shalat berjamaah segera meninggalkan masjid, beranjak menuju rumah untuk memberitahukan kepada keluarga mengenai peristiwa yang baru saja terjadi di masjid. Dengan diselimuti kepanikan, sang istri dan sang anak bungsu, Nur Asiyah, berlari menuju masjid. Dilihatnya , sang suami diam dalam balutan busana muslim, tak bergerak sama sekali

  Di tengah kerumunan orang. Kesedihan dan isak tangis tak terbendung, namun perempuan itu mencoba untuk tetap tabah dan tegar.

“sebagiknya kita tunggu dulu kepasriannya dari dokter mengenai kondisi bapak. Kalau masih bisa ditolong, kita bisa segera membawanya ke rumah sakit.” Salah seorang jamaah menenangkan kecemasan keluarga.

  Beberapa menit kemudian, sang dokter yang dirunggu datan. Setelah diperiksa, memang keadaan Bapak Yahya meninggal dunia. Spontan gemuruh kalimat “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun” menggema di masjid itu. Seorang panutan masyarakat yang di masa sehatnya selalu membimbing jamaahnya ke jalan kebaikan rupanya telah dipangil oleh Dzat Yang Maha Kuasa.

  Bapak Yahya meninggal dunia saat mengimami sahalat maghrib berjamaah di masjid bertepatan dengan hari kamis malam jumat yang dinilai hari yang sangat baik bagi umat islam. Jenazahnya disemayamkan di tempat pemakaman setelah shalat jumat dengan diiringi ratusan jamaah. Tetesan air mata memang meleleh di pipi sang isttri karena ditinggal oleh orang yang sangat dicintainya, namun ia juga merasa bahagia melihat sang suami meninggal dalam kondisi demikian. Pak Yahya meninggal dunia dalam usia 70 tahun, meninggalkan seorang istri, 8 anak, 16 cucu, dan 4 cicit.

  Bagi orang kampung Paburan, Bapak Yahya merupkan orang yang memberikan banyak manfaat kepada masyarakat. Perjuangannya membimbing masyarakat dalam meniti jalan yang diridhai oleh Allah. Patut dijadikan panutan. Setidaknya tiga hari dalam seminggu ia memberikan pengajaran tentang Al-Quran dan kitab-kitab kepada masyarakat. Ada kita-kiita tertentu dimana ia memberikan pengajian kepada bapak-bapak dan anak-anak muda.

  Langkah yang dilakukan Bapak Yahya ini disambut baik oleh masyarakat. Banyak orang tua yang senang karena kehadirannya turut memberikan andil dalam membentengi mental remaja. Prinsip “fastabiqul khairat”(berlomba-lomba dalam kebaikan) dalam hal apa pun dan “ta’awanu alal birr”(saling menolong dalam kebaikan) sepertinya telah terpatri dalam diri Pak Yahya. Bahkan berdirinya masjid dimana ia biasa mengimami shalat pun tak lepas dari prakarsa dirinya.

  Tidak cukup itu saja, ia juga dikenal sebagai amil, orang yang membantu KUA dalam urusan pernikahan, perceraian dan sebagainya. Setiap kali ada hajatan pernikahan di daerahnya, dialah yang dipercaya oleh instansi terkait untuk menikahkan. Dan aktivitas ini pula sudah dilakukan kurang lebih selama 25 tahun sampai meninggalnya. Untuk urusan orang yang meninggal pun, lelaki ini mendapat kepercayaan penuh oleh desa. Tak ada motivasi lain dalam dirinya kecuali ikhlas demi mengagungkan agama Allah.

  Dimata keluarga, ia tergolong orang yang sangat sederhana. Usia 15 tahun, sudah merantau ke Jakarta dengan menyandarkan hidupnya dari menarik becak dan kerja di bangunan. Lahir dan kerap bergaul dengan komunitas lemah, membuatnya semakin peduli kepada sesama manusia. Dan yang lebih membanggakan lagi di tengah himpitan ekonomi, ia sudah membiasakan diri untuk mendekatkan diri kepada Allah, selalu hadir di masjid untuk melakukan shalat lima waktu dan mengaji.

  Rupanya kebiasaan ini terus berlanjut hingga ia mengenal perempuan bernama Romlah yang kemudian dinikahinya pada tahun 1961. Bersama sang istrim, kebiasaan-kebiasaan baik sang suami terus terbawa hingga maut menjemputnya. Menurut sang istri, setiap malam kebiasaan tahajjud tak terlewatkan, demikian pula mendaras al-Qurannya. Bahkan Ramadhan kemarin bapak malah khatam al-Quran sampai 5 kali yang biasanya dibacanya sehabis shalat.

  Mudah-mudahan kita bisa meneladani amalan-amalan baiknya. Apa yang dilakukan Pak Yahya mungkin bagian dari implementasi firman Allah. “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS.Ali Imran:104)


Dikutip dari majalah Hidayah edisi 79



Hanya seorang siswa yang mencari kegiatan bermanfaat dari pada menghambur-hamburkan uang untuk kegiatan yang tidak jelas dan tidak bermanfaat


EmoticonEmoticon