Ibu adalah manusia yang paling berhak untuk kita hormati dan
kita sayangi. Bukan hanya karena lewat rahimnya saja kita hadir di muka bumi
ini. Tetapi karena dialah manusia yang
paling tulus menyayangi kita. Ia telah mengandung kita selama sembilan bulan
dengan susah payah. Ia pula yang sejak kita lahir melayani semua kebutuhan
kita, tanpa pernah menghitungnya sebagai jasa. Ia relakan air susunya untuk
kita. Ia curahkan kasih sayang sepenuh hatinya untuk membesarkan kita.
Lalu ,setelah kita dewasa, setelah kita mampu menghidupi
diri sendiri, pantaskah kita durhaka dan melupakan jasa-jasa dan kasih
sayangnya yang tiada bertepi itu ?
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menghormati Ibu,
bahkan meskipun Ibu kita berbeda agama dengan kita. Tidak ada alasan yang
membolehkan kita menyimpan dendam kepada seorang ibu. Apalagi jika dendam itu
membuat kita melupakan dan meninggalkannya. Berikut kisa yang saya kutip dari majalah Hidayah. semoga bisa
menjadi pelajaran bagi kita semua. Aamiin
Indri, begitu perempuan ini biasa disebut. Bertahun-tahun
perempuan cantik ini meninggalkan ibu dan saudara-saudaranya hanya karena
dendam yang tidak perlu. Ia merasa sakit hati karena pernah dituduh ibunya
menjadi penyebab kebakaran rumah mereka.
Dulu, sebelum Indri berpisah dari ibu dan saudara-saudaranya
ia tinggal bersama mereka. Namun suatu hari rumah itu mengalami musibah
kebakaran. Entah bagaimana ceritanya, Indrilah yang diruduh menjadi penyebab
kebakaran itu. Tetapi gadis yang terkenal berwatak keras itu tersinggung berat.
Ia tidak terima dan memilij keluar dari rumah dan tinggal sendiri tanpa ibu dan
saudara-saudaranya.
Selain peristiwa kebakaran itu, Indri punya dendam yang
lain. Ia benci pada ibunya karena sang ibu beberapa kali menikah dengan
laki-laki yang berbeda. Dari tiga anak yang dimiliki ibunya, semuanya memiliki
ayah yang berbeda. Ini pula alasan Indri membenci ibunya.
Selepas berpisah dari ibu dan saudara-saudranya, kehidupna indri layaknya burung lepas. Ia masuk ke dunia malam dan bekerja sebagai waitress atau pelayan di klab malam elit dan terkanl di Jakarta Utara. Profesi tersebut membuatnya berkenalan dengan ratusan jenis laki-laki daru berbagai kalangan.
Didukung oleh kecantikan dan pesona yang dimilikanya, tidak sulit baginya untu menggaet siapa pun tamu yang datang. Tak jarang hubungan di lokasi kerja berlanjut hingga di luar kerja. Tak terhitung berapa lelaki yang sempat dan berhubungan dengannya.
Dari pekerjaan itu dia bisa mengumpulkan uang dan kekayaan yang cukup berlimpah. Dalam beberapa kejadian dia sering memerankan diri sebagai istri simpanan para tamunya tanpa didasari oleh pernikahan dan unsur cinta layaknya hubungan laki-laki dan perempuan.
Dendam yang sangat kental terhadap ibunya membuatnya buta mata dalam menjalani hidup. Berkali-kali ibunya memohon maaf atas peristiwa kebakaran itu dan menjelaskan keputusannya menikah lagi . Ibunya juga memohon agar putri sulungnya tercintanya segera menginsyafi perbuatannya. Ia mengajak Indri untuk berkumpul bersama lagi. Namun hal ini tidak membuat hati Indri luluh dan kembali ke rumah.
Dipuncak kehidupannya, dia sama sekali tidak mau diusik
dalam urusan kehidupan peribadinya termasuk hubungan dengan banyak lelaki. Saat
itu uang bukanlah masalah lagi. Mobil, perhiasan, perabotan rumah , tanah, dan
kekayaan lalinnya banyak yang dia peroleh dari lelaku yang memanfaatkan
kecantikannya.
Serasa di atas awan, Indri benar-benar menikamti hidupnya.
Di linkungan sperti itu, judi, zina, minuman keras, dan keahlian berbuat bohong
sudah menjadi kehidupan sehari-hari, dia selalu menyempatkan diri untuk bermain
judi.
Hobi itu tidak hanya dilakukan di Jakarta saja, namun di
tempat-tempat mewah seperti kapal pesiat dan hotel berbintang di luar negeri.
Baginya tidak ada tempat yang tidak bisa didatangi, tidak ada barang yang tidak
bisa dia beli, ketika dia ingin dia bayar dan dapatkan.
Pada saat di puncak kejayaannya meraih materi dan gemerlap
duniawi, di usianya yang relatif muda, 27 tahun, tiba-tiba peringatan Tuhan
datang dalam bentuk penyakit. Dokter mendiagnosanya menderita kanker payudara
yang cukup ganas.
Bukan merenung dan menginsyafi kehidupan kelamnya, diagnosa
dokter itu malah motivasinya untuk mencari uang lebih banyak lagi. Dia
manfaatkan hubungannya dengan banyak lelaki untuk meminta belas kasihan mereka
agar mau membiayai pengobatan penyakitnya itu.
Setelah berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk
mengobati penyakitnya, akhirnya operasi terhadap penyakitnya itu pun sukses
dilakukan. Hasilnya, ia mampu beraktivitas seperti biasa, sementara perseteruan
dengan ibunya masih terus berlanjur.
Penyakit yang dideritanya rupanya belum cukup untuk
membautnya jera. Indri masih merasa menjadi seorang wanita cantik yang berada
di atas awan. Lingkungunnya tidak berubah sama sekali. Hubungannya dengan
banyak laki-laki masih terus berlanjut, seolah tidak ada kejadian yang berarti.
Kebiasaannya bermain judi pun semakin mahir dikuasainya.
Dari berbagai kesempatan sering dia memperoleh keuntungan yang tidak sedikit.
Bahkan dia sering dititipi jumlah uang oleh teman-temannya untuk dipertaruhkan
di meja judi.
Seiring perjalanan waktu, usia Indri pun bertambah. Lambat
laun kulitnya berubah menjadi pucar karena bertahun-tahun hidup di malam hari
dan jarang sekali besentuhan dengan
siang atau cahaya matahari. Kecantikannya surut sangat cepat bahkan
sepertinya tidak sepadan dengan umurnya. Pra tamunya lambat laun mulai
mengundurkan diri, satu persatu mulai menjauh dan mencari pengganti yang lebih
cantik dan muda. Hal itu jelas berdampak pada pendapatannya yang sangat menurun
jauh.
Sebenarnya Indri pernha menikah dengan seorang lelaki biasa,
tetapi mereka bercerai karena suaminya tidak tahan dengan profesi Indri yang
tidak mau ditinggalkannya.
Indri harus melalui hidup sendiri lagi. Anehnya, penyakit
yang pernah dideritanya kini kambuh kembali. Berkali-kali ia harus berobat ke
dokter, meskipun tidak ada jaminan bahwa penyakitnya akan sembuh total.
Hingga suatu hari, terjadi sebuah pristiwa yang sebenarnyta
adalah bencana alam biasa, tetapi benar-benar membuat Indri harus merenung dan
menangisi hidupnya.
Ketika itu , Februari 2002, Jakarta dilanda banjir dahsyat.
Sebagian besar Jakarta direndam banjir,
bahka............
bahka............
EmoticonEmoticon