“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesama dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu..” (QS,An-Nisa
ayat 29)
Jika kita memberi makan keluarga kita dengan makanan yang halal, tetapi
kita mendapatkannya dengan cara yang haram, maka hukum makanan itu tetaplah
haram. Harta yang kita bawa pualng ke rumah pun hukumnya haram jika kita
mendapatkannya dengan cara-cara yang haram atau terlarang. Orang-orang yang
biasa hidup dari harta yang haram biasanya akan menuai kesengsaraan di akhir
hidup merak. Seperti cerita berikut ini yang saya kutip dari majalah Hidayah
edisi 79. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Sebut saja namanya parman. Lelaki yang tinggal di sebuah desa di Bekasi
ini menghidupi keluarganya dengan cara haram. Ia biasa menadah barang-barang
yang tidak jelas kepemilikannya dari berbagai daerah untuk menyambung hidupnya.
Profesi itu ia jalani sejak menikah sampai punya anak empat.
Parman cepat kaya karena bisnis haramnya ini. Namun keberkahan tentu
saja tak menghampiri keluarga itu. Satu demi satu musibah menimpa. Bahkan
hingga detik ini, nasib keluarga itu berakhir tragis. Berikut gambaran kisahnya...
“Ada TV merek Sony 29 inci harga satu juta nih , mau nggak ?” tawa
Parman pada tetangganya, Paijo (sebut saja demikian). Mendengar penawaran
demikian murah, Paijo tak percaya. Dia pun lantas dtang ke rumah Parman untuk
melihat sendiri barang yang dimaksud.
Rupanya omongan Parman seratus persen dapat dipercaya. Bahkan di
rumahnya masih banyak barang-barang bermerek lainnya yang dijual dengan harga
di bawah standar. Mulai dari barang elektronik, otomotif, barang pecah-belah,
baju, dan lainnya.
Kabar ‘menggembirakan’ ini tak berapa lama cepat menyebar, karena
Parmanlah yang langsung menawarkan barangnya. Maklum saja, dia juga lumayan
dikenal royal, Parman sering mengajak tetangganya berkumpul untu ksekedar
manggang ikan, atau nongkrong-nongkrong diiringi acara makan-makan.
Menurut YG, tetangga dekat Parman sekaligus narasumber cerita ini,
Parman memang sering mengadakan pesta. Sifatnya yang royal ini mungkin saja
trik dalam melancarkan usahanya. Dengan begitu, hubungan Parman dan tetangganya
makin akrab. Khususnya anak-anak muda yang doyan nongkrong dan sering
dibandarin Parman.
Tanpa waktu lama, seketika Parman menjadi salah seorang jajaran orang
kaya di kampungnya/ Bisnisnya seakan tiada pernah mati/ Usahanya makin lancar.
Brang –barang bermerek yang ditadahnya makin banya. Mobilnya sering
gonta-ganti.
Bisnis Parman makin meroket. Gaya hidup keluarganya benar-benar berbeda
daru kebanyakan penduduk kampungnya. Penampilan istri Parman layaknya toko emas
berjalan/ Keseharian anak pertamanya yang duduk di bangku kuliah laumayan
mencolok. Bergitu juga dengan dua anak perempuan dan saru anak laki-lakinya.
Pakaian, kasesoris dan kendaraan bermotor yang diapakai berkualitas kelas
wahid(satu). Pergaulan mereka pun seakan berjarak dengan anak-anak tetangga.
Singkatnya, urusan duniawi Parman
telah mencapai titi keberhasilan. Sementara, spiritualitasnya sama seklai tak
tersentuh. Hali ini terlihat jelas dari pengakuannya yang tidak mengenalkan
anak-anaknya pada pendidikan agama.
Jangankan itu, Parman sendiri sangat jarang shalat. Dalam setahun
mungkin bisa dihitung jari. Apalagi ikut pengajian. Ia baru mau membaur dengan
tetangga jika diluar urusan yang membawa manfaat dan berbau agama. Sukanya
foya-foya.
EmoticonEmoticon